Pembalakan liar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
Fakta penebangan liar
Dunia
Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar, dengan nilai mencapai 365 juta dolar ASStudi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar.
Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.
Amerika
Di Brasil, 80% dari penebangan di Amazon melanggar ketentuan pemerintah. Korupsi menjadi pusat dari seluruh kegiatan penebangan ilegal tersebut.Produk kayu di Brasil sering diistilahkan dengan "emas hijau" dikarenakan harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar AS per meter kubiknya).
Mahogani ilegal membuka jalan bagi penebangan liar untuk spesies yang lain dan untuk eksploitasi yang lebih luas di Amazon.
Dampak pembalakan liar
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
GAMBAR - GAMBAR PENEBANGAN LIAR
Dampak dan Penyebab Illegal Logging
Dampak
- terjadi kerusakan hutan
- lapisan ozon berkurang
- menyebabkan banjir karena kurang penyerapan air hujan oleh akar
- merusak habitat hewan yang tinggal di sana
- dll
Banyak yang berteriak-teriak mengecam illegal logging. Banyak yang mengutuk-ngutuk semua yang berhubungan dengan kegiatan nista ini. Banyak yang mencibir melihat para penjaga hutan yang setuju menutup mata ketika diberi uang oleh pengusaha korup. Banyak yang ingin menggantung para pejabat yang diam-diam (konon) mengeruk keuntungan besar dari perampokan hutan.
Tapi apa penyebab illegal logging? Maksud saya, bisakah kita memperlakukan hal ini sebagai sebuah gejala simptomatis dari sebuah penyakit yang lebih besar? Intinya, APA yang memotivasi para oknum-oknum illegal logging, dan APA yang membuat mereka menghancurkan lingkungan anak cucu demi segelintir koin?
Dari perdebatan kami di dalam komunitas shirTalks (http://www.shirtalks.com) sendiri, kami telah membagi penyebab illegal logging menjadi poin-poin berikut:
- APATISME: Masyarakat jarang memikirkan masa depan, khususnya masa depan lingkungan kita. Terdengar terlalu abstrak. Terlalu "ngawang". Padahal lingkungan kita adalah HAL TERPENTING dalam kehidupan kita di dunia ini.
- EGOTISME: Oknum merasa dirinya lebih penting dari masyarakat. Kalaupun ada banjir di desa sebelah akibat hutan-hutan yang hancur, yang penting sang oknum sendiri tak terkena.
- KAPITALISME, KAPITALISME, KAPITALISME: Faktor terpenting. Indonesia telah menjadi negara kapitalis, tak lagi negara Pancasilais. Kapitalisme tidak merupakan masalah, ASAL TAK BERLEBIH. Dan kapitalisme yang sekarang kita miliki sudah SANGAT berlebih. Apalagi para oknum-oknum penjaga hutan dan sebagainya tak mendapatkan uang yang cukup dari pemerintah KORUP kita. Tentu saja mereka mencari uang tambahan-- sejahat apapun caranya.
Ini tiga masalah Indonesia! "Penyakit" yang sudah menjadi kanker metastastis yang menempel di tiap sel! Illegal logging hanyalah sebuah GEJALA dari penyakit ini. shirTalks ingin Anda tahu, bahwa "Penyakit" ini tidak akan sembuh kecuali ANDA yang sembuhkan!
1 komentar:
Asyik juga belajar dengan u,,,, Thank's
Posting Komentar